Gasa Foredi Gasa

Tips Diet

. Selasa, 12 Mei 2009
1 komentar

Tips Diet
Emang ini tidak ada kaitannya dengan kategori blog ini, tapi sedikit saya urai agar bagi anda yang sedang berbisnis internet, perlu menjaga kesehatan. Dan terasa tidak enak bila badan terlalu gemuk, heee.....

Pebisnis pun butuh Tips Diet. Bilang Oke...yang setuju

11 Tips Diet Sehat, Yaitu :

Langsing dan cantik impian semua wanita. Walaupun tidak mudah untuk dilakukan akan tetapi banyak wanita rela menahan lapar dan berolahraga berjam-jam. Diet yang baik bukanlah dengan cara berpuasa tapi juga pengaturan makanan berdasarkan umur dan aktivitas. Berikut beberapa tips yang dijamin membuat diet Anda lebih baik dan sehat.

1. Hindari pemikiran semua atau tidak sama sekali. Berpuasa bukanlah cara terbaik untuk menurunkan berat badan. Makanlah secukupnya dan atur asupan kalori secara bijaksana.
2. Potonglah buah-buahan yang Anda suka dalam potongan kecil untuk menggantikan snack yang tidak sehat.

3. Hindari memakan cemilan dari toples, anda akan tidak sadar berapa banyak yang telah masuk ke dalam mulut Anda. Taruhlah didalam piring atau cukup ambil segenggam.
4. Jika Anda termasuk orang yang menyukai roti, pilihlah yang wholegrain.
5. Hindari makanan yang mengandung lemak lebih dari 10 persen. Baca label informasi nutrisi di dalam kardus makanan.

6. Catatlah makanan yang telah Anda santap selama 2 minggu. Percayalah Anda akan terkejut!
7. Mentega memiliki kandungan lemak jenuh. Hindari atau ganti dengan yang rendah lemak.
8. Bawalah botol air minum kemanapun Anda pergi. Dengan begitu Anda tidak akan terdehidrasi dan juga lebih sedikit kemungkinan untuk memilih minuman yang bersoda ataupun terlalu banyak gula.

9. Cobalah detoxification, untuk mengeluarkan racun dalam tubuh Anda
10. Snack baik bagi Anda untuk mencegah makan siang atau malam yang berlebihan.
11. Carilah teman atau partner untuk berdiet bersama. Cara ini akan membuat Anda berdua bias saling memotivasi.



Read More Bisnis Internet Online...
| More
Subscribe

Jibril Tidak Pensiun

. Senin, 11 Mei 2009
0 komentar

Jibril Tidak Pensiun

Oleh : Emha Ainun Nadjib

Hanya kualitas sorang Nabi yang sanggup menampung wahyu, dan Allah memang hanya berkenan memberikan wahyu kepada beliau-beliau yang terpilih. Sampai akhirnya Muhammad si Pamungkas. Selebihnya hanya ada wahyu kraton: suatu tema drama politik.

Maka anak-anak suka bersenda gurau bahwa Jibril sejak abad VII Masehi itu jadi penganggur. Pensiun abadi. Ada yang membantah dengan mengemukakan bahwa Jibril tetap being employed karena para wali atau orang-orang dengan ‘radar suci’ setingkat mereka tetap menerima karomah, sementara orang-orang biasa kayak kita tetap juga memperoleh ilham.

Tidak, kata yang lain. Untuk takaran di bawah wahyu tak diperlukan Jibril. Untuk pekerjaan-pekerjaan kecil begitu Allah tak memerlukan organisasi birokrasi, tukang-tukang pos atau agen penyalur. Allah bisa cukup bilang Kun (fa-yakuun) untuk kepentingan apa pun saja.

Alangkah samar pembicaraan semacam ini. Tak ada kerangka metodologi penelitian model manapun yang bisa menyentuhnya. Tak tersedia kredibilitas keilmuan manusia apapun yang mungkin menerobosnya. Apalagi ilmu-ilmu sosial hanya pernah kenal Tuhan sebagai benda abstrak, sebagai suatu syahdan, sebagai kemungkinan obyek yang sungguh asing sifatnya -- sebab segala teori menjadi lawakan tatkala mendekati-Nya.

Satu-satunya jalan disediakan justru oleh berita wahyu itu sendiri. Tetapi ini makin tidak memuaskan manusia modern, yang canggih untuk bercuriga terhadap dogma, yang seolah-olah sengaja membuang kemampuan-kemampuan kejiwaannya yang tertentu yang bisa ia pakai untuk bergaul baik-baik dengan hidayah, dengan petunjuk ‘entah dari mana’, dengan gudang rahasia keilahian, dengan ketidak-mungkin-tahu-annya sendiri. Ya, manusia modern itu -- yang sombong melebihi Musa menjelang Tursina, yang menyangka bahwa kebenaran dan kepastian adalah miliknya yang ia bisa rancang dan tentukan.

Pada saat yang sama, keterbukaan terhadap gerak penghayatan atas wahyu itu amat diperlukan, setidaknya karena manusia telah sampai pada dua gejala yang sama-sama takabbur.

Yang pertama, manusia telah merasa mampu menemukan sesuatu, mengadakan yang tak ada, menciptakan sesuatu, dan berkat itu ia menjadi seniman Nobel, doktor akademik atau sarjana kehidupan. Yang kedua berada si ekstrim lain: yang ada hanya Allah, aku ini tak ada. Yang mutlak itu Allah, aku sekedar rekaan. Karya-karyaku, kata-kataku, musikku, lukisanku, tak bisa kusebut dengan ku, sebab mereka adalah kasih karya Allah semata.

Jadi, kalau kita membaca karya itu, kita membaca karya Allah. Kalau kita dengarkan ia baca puisi, itu puisi Allah. Kalau kita nonton pameran lukisannya, kita nonton lukisan Allah.

Maka ia mengemukakan kepadaku iman dan konsep mengenai pinjaman ilmu dan harta benda Allah kepada manusia -- sebagai mana ia mengemukakan hal yang sama ketika kutanyakan kepadanya apa omongan Islam tentang falsafah hak milik dan distribusi ekonomi yang dewasa ini amat dicemaskan oleh kaum sosialis-marxis.

Itu moralitas Allah.

Seandainya saja kita berhasil memiliki suatu pola pendidikan yang memungkinkan terwujudnya iman dan konsep itu dalam diri manusia, maka usaha proyeksi dan sistemasinya ke dalam organisasi-organisasi kebersamaan manusia tinggal ‘sekunder’. Tetapi sejarah telah harus mengandaikan manusia seperti ‘maling’ yang -- tentu saja tak bisa dipercaya, sehingga harus diciptakan pagar-pagar yang berlebihan. Sistem yang mengatur manusia bersifat substansial, dan manusia berada secara instrumental. Kita adalah gerombolan ayam, memperoleh taburan jagung dari tangan manusia, jago-jago memonopoli taburan itu karena mereka memang ‘tak tahu menahu’ tentang moralitas tangan manusia yang menaburkan jagung. Perlawanan ayam-ayam lain terhadap jago-jago selalu berupa menyingkirkan atau menumpas jago-jago, atau menggantikan kedudukan jago-jago.

Demikian ‘psikologi perlawanan’ yang sejauh ini berlangsung: apirasi terhadap apirasi, ideologi politik terhadap ideologi politik, kelas terhadap kelas, bahkan kaum wanita terhadap kaum lelaki. Sumber kecenderungan ini ialah karena jagung itu dipandang secara a-historis. Tak dipersoalkan secara tuntas dari mana jagung tertabur, dan apa moralitas esensial yang terkandung di balik taburan jagung itu. Dengan kata lain, orang makin tak kenal kepada jiwa wahyu.

Maka ia mengemukakan kepadaku Jibril tidak pensiun. Wahyu Allah bukan sebuah dongengan purba. Cahaya Allah tak berhenti memancar. Ilmu Tuhan terus menerus berseliweran. Muhammad tidak mati. Sungguh tidak mati. Hanya tubuh beliau yang sudah dikuburkan -- dan tubuh beliau adalah bagian yang paling remeh dari eksistensi kepribadiaannya yang menyuluhi alam semesta manusia. Wahyu yang beliau terima dari Allah pun terus bekerja. Sudah sempurna tapi belum selesai, karena ia akan menemukan kelahiran dan kelahirannya kembali di dalam iman dan kesadaran ummatnya.

Bahwa pada Muhammad disebut wahyu itu berakhir, artinya ialah jatah ilmu pengetahuan dasar anugerah Allah bagi manusia berpuncak di wadah Muhammad. Segala yang kita sebut prestasi akal, ilmu dan teknologi dahsyat yang dicapai manusia sesudahnya, telah terdapat benih-benihnya dalam al-Quran --meskipun selama ini kita menyebut-nyebut hal itu sekedar untuk hibur-hiburan pasif agar meperoleh kepercayaan diri sebagai ummat. Allah tidak mengkursus kita bagaimana bikin rantai dan pedal, tetapi kualitas fenomena kendaraan sepeda telah ditunjukkan-Nya. Apapun yang kelak digapai oleh kecerdasan manusia, tak akan melebihi kapasiatas kemungkinan yang telah dinurkan oleh wahyu yang berpuncak di Muhammad.

Tetapi, barangkali kita, adalah ummat tolol yang bisa menjadi cukup tenang hanya dengan mengemukakan keyakinan itu, tanpa mengerjakannya, dan kemudian -- kata para piawai -- “Kita ketinggalan dua abad” dibanding orang-orang lain yang justru ‘acuh tak acuh terhadap Allah’. Mungkin bagi kita Jibril adalah tokoh sejarah pada zaman sebelum Prabu Jayabaya atau candi Borobudur dibangun. Jibril adalah bayangan patung, arca berjubah, makhluk supra-raksasa yang telapak tangannya seluas 3333 kali galaksi, yang eksistensinya sepurba Dinosaurus. Atau Jibril itu semacam lelembut. Dan semua itu tidak konkret.

Padahal tidak. Jibril tidak pensiun. Ia begitu karib, di sisi tidur dan jagamu. Namun apabila pengalaman keilahian tidak selalu kita perbaharui, pada suatu hari kita akan sadar seolah-olah kita ini hidup di masa pra-Ibrahim yang menghayati bulan dan matahari untuk menemukan Allahnya.

Sumber : Emha Ainun Nadjib

Read More Bisnis Internet Online...
| More
Subscribe